Batam — Di balik aroma rempah yang menyeruak dari dapur Rumah Makan Sahat, ada kisah kegigihan dan semangat berbagi yang tak lekang oleh waktu. Helmi Wardi, pria asal Sumatera Barat, tak pernah membayangkan bahwa keahliannya sebagai koki di Malaysia kelak akan menjelma menjadi pintu rezeki bagi banyak orang di Kota Batam.
Tahun 2016 menjadi awal perjalanannya di luar negeri, saat ia bekerja sebagai koki di salah satu restoran Padang ternama di Johor Bahru. Di sanalah ia mengasah keterampilan memasak masakan khas Minang, dari rendang yang kaya rempah hingga gulai tunjang yang empuk menggoda. Pengalaman itu bukan hanya membentuk rasa, tapi juga visi—bahwa kuliner bukan semata soal rasa, tapi juga soal identitas dan kebermanfaatan.
Setahun berselang, Helmi kembali ke tanah air dan menetap di Batam. Dengan modal seadanya, ia membuka sebuah warung sederhana yang menjual sate Padang di kawasan Pemda 1, Batuaji. Tanpa baliho besar, tanpa promosi daring. Hanya satu hal yang ia andalkan: rasa.
Ternyata, rasa tak pernah berbohong. Perlahan tapi pasti, warung kaki lima itu mulai dikenal. Pelanggan berdatangan, tertarik oleh rasa autentik yang mengingatkan pada kampung halaman. Dari satu gerobak kecil, Helmi merangkak naik hingga pada akhirnya mendirikan rumah makan permanen di Komplek SP Sagulung—sebuah titik balik penting dalam kisah usahanya.
Rumah Makan Sahat bukan hanya tentang sate Padang. Menu yang dihidangkan kini jauh lebih kaya: dendeng balado yang renyah dan pedas, rendang dengan daging yang meresap sempurna, hingga gulai kikil yang lembut. Semua diracik dengan resep warisan Minang yang otentik dan tak berubah arah.
Kesuksesan tidak membuatnya puas. Ia lalu membuka cabang baru di kawasan Baloi, Lubuk Baja, demi menjangkau lebih banyak pelanggan. Namun bagi Helmi, bisnis bukan semata urusan laba. Di balik setiap piring yang tersaji, tersimpan misi sosial yang lebih besar: menciptakan lapangan kerja bagi mereka yang membutuhkan.
“Saya membangun usaha ini bukan hanya untuk diri sendiri. Sejak awal niat saya adalah berbagi. Memberi ruang dan harapan bagi orang lain. Sekarang, ada beberapa keluarga yang bisa hidup dari sini. Itu yang paling membahagiakan,” ungkapnya dengan mata berbinar.
Kini, Rumah Makan Sahat menjadi salah satu destinasi kuliner favorit di Batam. Di tengah persaingan industri makanan yang ketat, Helmi tetap teguh menjaga kualitas. Mulai dari pemilihan bahan, kebersihan dapur, hingga pelayanan pelanggan, semuanya dikelola dengan hati.
“Kalau ingin merasakan masakan Minang yang asli, sehat, dan penuh cinta, datanglah ke Sahat. Kami ingin semua orang bisa makan enak, tanpa harus jauh-jauh pulang kampung,” tutupnya, tersenyum.
Di tangan Helmi Wardi, kuliner Minang bukan sekadar bisnis. Ia adalah jembatan rezeki, ruang nostalgia, dan bukti bahwa ketulusan selalu menemukan jalannya menuju keberhasilan.(Yanti)